Anyeong Cingudeul, kali ini yuk kita bahas fenomena Hallyu wave yang melanda dunia, tidak hanya asia tapi Amerika pun berhasil di "jajah" Hallyu Wave.
Rasanya belum lama channel televisi CNN World menurunkan fenomena “Hallyu Wave” dalam segmen Talk Asia. “Gelombang Korea” ini dianggap cukup berhasil menyaingi Hollywood dan Bollywood dalam melebarkan sayap budayanya ke dunia internasional. Berbagai produk budaya Korea, mulai dari film, lagu, fashion, gaya hidup hingga produk-produk industri, menghiasi ranah kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Bahkan BBC juga melaporkan gelombang Hallyu juga melanda di negara bagian India yang terpencil Kota Manipur. Film-film Bollywood, yang begitu populer dan lazim di daerah lain di India, dilarang di Manipur karena gerakan separatis di seluruh negara bagian. Akibatnya, warga terpaksa mencari tempat lain untuk hiburan mereka.

BBC juga merangkum dampak fashion Korea dan hiburan pada penonton yang tak terduga. Menariknya , BBC menyebutkan "Boys Over Flowers" dan SS501 Kim Hyun Joong yang membius Kota Manipur.

Dibandingkan dengan China, Jepang dan Taiwan yang secara budaya dan geografis dekat dengan Korea, Indonesia dan negara ASEAN lainnya memang terlambat mengenal hallyu. Istilah hallyu (Korean Wave) sendiri muncul di China tahun 1997 untuk menyebut gelombang budaya pop Korea yang melanda generasi muda China. Dampaknya luar biasa di China, karena kemudian lahirlah hahanzu, yaitu fans fanatik aktris, aktor, penyanyi dan budaya pop Korea.


Fenomena ini membuat Korea Selatan ‘menyelip’ dalam jajaran negara maju yang selama ini terkenal sebagai eksportir budaya, seperti Amerika Serikat, Perancis, atau Jepang. Bahkan Amerika Serikat tidak malu-malu mengadaptasi cerita film Korea untuk kemudian dibuat versi remake ala Hollywood. Salah satu film yang sukses diadaptasi adalah The Lake House yang dibintangi oleh Sandra Bullock dan Keanu Reaves.


Di Indonesia, ‘gelombang panas’ bermula ketika produk industri hiburan Korea berupa serial drama tayang di stasiun TV sekitar tahun 2001. Setelah kesuksesan sinetron Meteor Garden asal Taiwan, pemirsa Indonesia mulai melihat bahwa serial TV dan film Asia, termasuk dari Korea, merupakan alternatif tontonan yang menarik. Ternyata alur cerita komedi romantis ala Korea mudah ‘merasuk’ ke pemirsa. Itu sebabnya mengapa publik memberi sambutan hangat ketika layar TV mulai dipenuhi serial drama Korea ‘angkatan pertama’ seperti Winter Sonata, Endless Love, Hotelier, atau All About Eve.

Gelombang pun menyebar lewat tayangan TV. Selain menjual cerita, tanpa sadar serial-serial Korea juga berhasil ‘menjual’ budaya. Ambil contoh, adegan makan yang selalu ada di film apapun. Mereka duduk di atas matras dengan meja pendek, lalu makan dengan lahap. Kebanyakan makanan yang disajikan baru matang, dengan asap masih mengepul yang bikin ‘ngiler’. Alhasil, banyak orang mulai penasaran, mencoba masakan Korea, dan… ketagihan!

Demam serial drama dan film Korea juga memicu tumbuhnya tempat kursus dan sekolah yang menawarkan program bahasa Korea. Sebelumnya, bahasa Korea bukanlah pilihan bahasa asing populer. Bahkan, tidak banyak universitas yang menyediakan jurusan bahasa dan sastra Korea. Sekarang? Jangan ditanya… Bahkan universitas mulai membuka program bahasa dan sastra Korea, seperti Universitas Indonesia pada tahun 2006 dan Universitas Gadjah Mada tahun 2007. Bak efek domino, tempat kursus bahasa Korea pun menjamur di Jakarta.

Cukupkah sampai di situ? Rupanya tidak! Bicara Hallyu jangan sampai melupakan K-Pop alias Korean Pop. Perpaduan genre musik dance atau pop, gerak tari, serta wajah menawan menjadi kegemaran baru para remaja masa kini. Popularitas boy band dan girl band Korea seperti Superjunior (Suju), SS501, Shinee, Wondergirl, dan SNSD pun melejit tanpa tertahankan. Nama-nama ‘asing’ para aktor dan aktris seperti Won Bin, Rain, Bae Yong Jun, Song Hye Kyo, Lee Min Ho, dan kroni-kroninya kini tak lagi terdengar aneh di telinga kebanyakan orang. Kini sudah banyak label musik yang berani mendatangkan mereka untuk tampil di Indonesia, karena jumlah fans yang terus meningkat dan potensial.

Siapa ‘dalang’ di balik serbuan gelombang panas Korea ini? Tidak lain tidak bukan adalah Pemerintah Korea. Hallyu sendiri merupakan strategi departemen kebudayaan Korea untuk menyebarkan kebudayaan Korea di seluruh dunia. Mereka sangat tanggap terhadap geliat globalisasi budaya pop Korea yang berhasil mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia - terutama kaum muda.

Karena itu, Pemerintah Korea Selatan turun tangan langsung dalam menggalang gerakan suksesi ‘ekspor’ budaya Korea ke dunia luar, antara lain lewat kerjasama dengan berbagai agensi entertainment seperti SM Town, JYP, YG, dan lain-lain untuk mencetak idola-idola yang dapat menarik simpati penggemar di seluruh dunia. Bisa dikatakan, nama-nama selebriti Korea yang selama ini muncul ke publik adalah cultural ambassador negeri Korea. Suatu hal yang perlu dipelajari oleh Pemerintah Indonesia.

Budaya pop Korea itu unik karena berhasil memadukan elemen Amerika dan Jepang, namun tetap terlihat segar dengan kandungan budaya khas Korea yang kental. Kemampuan mengharmoniskan nilai Timur dan Barat inilah yang membuat drama dan film Korea disukai. Lagu pop Korea sangat laris di China (yang terkenal ketat terhadap budaya luar) karena berirama dinamis, tidak konvensional, dan dianggap mampu memuaskan jiwa dan keinginan generasi muda yang tertekan di negeri tirai besi ini. Di Jepang, film layar lebar Korea disambut hangat karena menawarkan tema-tema alternatif dan mengandung segi hiburan yang tinggi.


Mengapa sering ada adegan sentimental atau yang menampilkan tokohnya sedang menangis? Lee O-Young, mantan Menteri Kebudayaan Korea, mengatakan bukan orang Korea kalau tidak bisa menangis. Jika sedih, orang Korea menangis. Jika bahagia, menangis juga! Meskipun suku Indian Sioux di Amerika terkenal sebagai suku yang paling mudah menangis, tapi tak ada yang menandingi orang Korea dalam hal menangis akibat lamanya mereka hidup dalam penderitaan karena keterbatasan sumber daya alam, iklim yang keras, perang dan kediktatoran. Tak heran jika aktor dan aktris Korea bisa berakting menangis dengan sangat piawai dan membuat perasaan penonton ikut sentimentil.

Budaya pop Korea telah mendukung keberhasilan Korea dalam hubungan diplomasinya dengan negara-negara di ASEAN. Film dan musik Korea telah mengubah persepsi orang Vietnam terhadap Korea yang menjadi sekutu Amerika Serikat waktu perang Vietnam. Perasaan benci berubah menjadi hubungan romantis dan sentimentil generasi muda Vietnam dengan artis dan musisi Korea. Banyak generasi muda Vietnam kini juga menjadikan Korea sebagai kiblat budaya pop, mode, dan standar kemakmuran.

Masyarakat Korea adalah masyarakat patriarkal dengan hubungan antar lapisan sosial yang ketat. Tema gangster dan mafia yang menjadi genre sinema Korea akhir-akhir ini muncul akibat frustasi masyarakat atas tergerusnya nilai-nilai tradisional, diskriminasi gender, dan ketidakpastian politik. Dalam film bertema gangter atau mafia, orang Korea mencoba menyusun suatu keluarga artifisial di mana laki-laki tetap dominan dalam masyarakat.

Kapan Indonesia bisa seperti Korea, Berhasil Membius Dunia padahal kita punya lebih banyak Budaya yang nggak kalah keren dengan Korea ^_^

1 komentar:

Anonim mengatakan... Jumat, 23 November 2012 pukul 01.37.00 WIB

Can you please delete de image you're using? It was for a dance exhibition a couple of years ago.

Posting Komentar

Cingudeul Jangan Lupa tinggalkan Komentarnya ya, biar admin semakin semangat nge Blog ^_^

 
Widipedia Korea © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top